Bagi para ibu baru (new mom) atau ibu muda yang hidup di
jaman modern dengan perkembangan teknologi yang pesat seperti sekarang ini
cukuplah mudah memperoleh alternative cara dan teknologi pengobatan untuk
keluarga kecilnya. Dengan banyaknya
fasilitas dan layanan kesehatan di rumah sakit, ataupun di dokter keluarga,
didukung berbagai obat berupa pil, sirup bahkan puyer (pil yang dihaluskan) akan
semakin memudahkan para ibu muda ini merawat anak-anaknya terutama yang masih
balita.
Tak ada salahnya memilih alternative cara dan teknologi
pengobatan modern tersebut. Jujur saja sebagai ibu muda dengan 2 balitapun saya
juga menggunakan alternative pengobatan tersebut. Yah namanya juga sedang
sakit, jangankan anak-anak, kalau kita sakitpun kita merasa tidak nyaman dan
pengen segera sembuh. Jujur saja pada
dasarnya saya seorang minimalis, suka hal-hal yang bisa dikerjakan dengan cepat
(instant), yach bisa disebut kalau ada cara yang “instant” kenapa cari cara
yang ribet. Namun hal itu berubah ketika
saya menjadi seorang ibu untuk balita pertamaku , Aisha. Meski aku suka hal-hal
yang bisa dibilang “instant” tapi aku ingin keluarga kecilku sehat. Sejak hamil
aku mulai browsing mengenai kesehatan ibu, balita dan keluarga, dan yang sering
kutemui banyak yang menyarankan kembali ke yang “alami”.
Alami atau bahan herbal itu yang sekarang kembali menjadi
focus para ibu. Weitss, sekilas pikiran “ribet” langsung menggelayut dibenakku,
kebayang bagaimana mengurus buah hati yang masih kecil lalu menyiapkan
keperluannya sebisa mungkin secara “alami”. Ya, saya yakin pikiran itu sering
muncul di pikiran para ibu baru (new moms).
Tenang, para ibu baru (new moms) ternyata itu ga se”ribet”
yang ada di pikiran kita. Sebagai referensi dari pengalaman saya sebagai
perantau, saya memang berusaha mandiri, begitupun ketika anak pertama saya
lahir, Aisha, (ibu saya hanya mendampingi saya selama 1 minggu pasca melahirkan),
saya merawat anak sendiri, dari memandikan hingga segalanya. Saya juga seorang
pekerja, yang pada saat itu memang bisa mengambil cuti di 3 bulan total pasca
melahirkan. Dalam kurun waktu cukup singkat
itulah saya banyak belajar. Di 3 bulan pertama biasanya seorang bayi akan
mendapat beberapa kali imunisasi yang biasanya disertai panas tubuh. Seperti yang saya sebutkan
diatas, sebagai ibu baru sayapun menerima resep yang dokter/bidan berikan salah
satunya “paracetamol” sebagai obat yang sudah dikenal masyarakat luas yang direferensikan
sebagai penurun panas yang aman untuk bayi bahkan usia baru lahir. Namun anakku
aisha, malah muntah. Sebagai pasangan muda, saya dan suami kebingungan, kamipun
meminta saran dari orangtua. Dari orangtua kami disarankan untuk memberi #obatherbal(1)
air rebusan parutan kunir (kunyit,red)
ditambah dengan madu. Padahal yang kutahu (hasil browsing berbagai artikel
kesehatan bayi) untuk bayi sebelum 6 bulan tidak boleh diberi madu, dan
kunyitpun sangat rentan terhadap pencernaan bayi. Dengan sedikit kebingungan,
akhirnya kupilih jalan tengah kubuat parutan kunir (kunyit,red) seruas jari,
kemudian direndam air panas (1/2 cup gelas bayi) lalu disaring kemudian
ditambah dengan madu setengah sendok teh. Selain itu orangtua juga menyarankan
untuk memberi #obatherbal(2)
“baluran” parutan bawang merah,
jeruk nipis
dan minyak kayu putih, lalu bayi “dibedong” (dibungkus selimut/kain,
bentuk kepompong, red). Sayapun masih
ragu hal ini, karena di sebuah artikel kalau sedang panas, anak atau balita
jangan dibedong, akhirnya saya mengambil jalan tengah kembali dengan tetap
memberi baluran dan menyelimuti Aisha tanpa dibungkus seperti kepompong (hanya
diletakkan selimut sebagaimana normalnya memakai selimut). Tak hanya itu
orangtuapun mengingatkan untuk senantiasa mengompres dahi anak kita. Hal ini
juga sedikit ada perbedaan antara penggunaan kondisi air yang digunakan untuk
mengompress. Orangtua menyarankan air es, suami pernah baca jangan menggunakan
air es tapi air hangat, dan akupun disarankan dokter jangn menggunakan air
mentah karena bisa ada kumannya. Alhasil kami mengompres pakai air matang (air yang
sudah direbus dan dibiarkan dingin suhu kamar, atau air mineral untuk minum,
red). Dan Alhamdulillah cara-cara tradisional menggunakan herbal itu ampuh
menurunkan panas Aishaku. Pelajaran yang kuambil dari sini adalah Pertama
mungkin anakku lebih “cocok” menggunakan cara alami /tradisional/herbal itu,
meskipun aku tetap menyediakan paracetamol di kotak obat sebagai cadangan cara
“instant” jika mendesak. Kedua, ternyata setelah kita mau dengan sabar
dan ikhlas, racikan obat herbal yang kesannya “ribet” bisa kita buat dengan
“sederhana” sesuai kemampuan kita dengan tetap melihat perbandingan takaran
yang ada.
Dengan bahagia 3 Bulan pertama sudah terlewati penuh
pembelajaran,tahap selanjutnya memberikan ASI Eksklusif pada balita anda hingga
6 bulan. Alhamdulillah rentang waktu 3-6 bulan tak ada kendala signifikan dalam
perkembangannya selain panas setelah imunisasi. Berlanjut fase bayi menuju MPASI, yaitu antara 6 ke 7
bulan. Di saat itu pula bersamaan ada imunisasi campak.
Tak kuduga setelah imunisasi campak, Aisha malah badanya merah-merah dan
diagnosis dokter dia terkena campak, sempat down dan sempat menyesal dan
bertanya apa teori pemberian imunisasi itu malah memebri penyakit pada anak itu
benar? Atau memang daya tubuh anakku yang sedang turun sehingga tidak bisa
membentuk antibody dari proses imunisasi itu? Entahlah. Jawaban dokter kurang
memuaskan namun tak membuatku putus asa, akhirnya aku kembali ke herbal
kembali. Kuperoleh resep untuk memberikan lidah buaya dan diberikan air rebusan
daun sirih ketika mandi. Eits menurut dokter sakit campak tak boleh mandi
sebagaimana sakit cacar, maka kuambil jalan tengah kembali, dengan membasuh
badan Aisha dengan air rebusan daun sirih (3 lembar atau maximal 7 lembar), #obatherbal(3)
yang menurut para ahlipun daun sirih ini mengandung anti septik untuk
membasmi kuman. Lalu saat siang hari kuberi gel dari lidah buaya #obatherbal(4)
(lidah buaya 1 helai/tangkai yang sudah dikupas bersih kulit dan
durinya). Alhamdulillah penyembuhan dengan obat herbal memang relative lebih
lama dari obat kimia, namun insyaallah lebih aman asal kita tidak berlebihan
dalam dosis penggunaannya dan ingat untuk selalu mencuci bersih sebelum diolah.
MPASI memang masa mulai sedikit membutuhkan waktu, yups karena
dari awal sudah kutanamkan dalam diriku aku ingin anak-anak dan keluargaku
sehat, maka dengan beberapa referensi yang ada aku belajar membuat MPASI sendiri
secara alami. Dari bubur tepung beras yang dicampur susu murni (bubur lemu
istilah jawa, red), pure buah, pure sayur, bubur lemu campur pure sayur, setelah
Aisha berumur 1 tahun bubur lemu diganti bubur nasi atau kadang nasi lembut,
ditambah dengan sayur tanpa gula tanpa garam namun sudah memakai kaldu alami
dari ayam, daging, ikan. Dalam rentang waktu 6 – 12 bulan itu, suatu saat
mungkin ibu pernah merasakan kelelahan dalam beraktifitas, itu normal sebagai
manusia bahkan sebagai ibu yang dituntut multi tasking. Itupun saya alami, dan
saya mengambil alternative untuk memberi Aisha makanan instant seperti bubur
bayi instant. Dan sungguh hal yang di
luar sangkaan saya, Aisha menolak bubur bayi instant itu, sekali suap langsung
“dilepeh” (dikeluarkan dari mulutnya,red). Awalnya saya dan suami bahkan
orangtua kami mengira mungkin rasa bubur yang merk A kurang enak (bubur instant
dengan harga standar posyandu), kemudian kamipun mencoba merk B, merk C yang
dianggap “lebih” baik secara komposisi gizi, rasa, maupun harga, namun
lagi-lagi “dilepeh”. Berbagai rasapun dicoba dari berbagai merk
tpi tiap baru 1 suap atau bahkan baru seujung sendok makan bayi, makanan
instant itu sudah “dilepeh” oleh Aishaku. Lalu kucoba buat bubur yang biasa aku
masak untuknya, dan makanya langsung lahap. Walhasil, saya sebagai ibu harus
ikhlas dan sudah seharusnya berbahagia bahwa anaknya maunya masakan alami
buatan mommynya. Di saat usia sudah 2 tahun, ASIpun sudah selesai diberikan,
biasanya anak kita akan menyesuaikan pola makanya. Dan hal yang biasa timbul
adalah susah makan, untuk yang
satu ini, saya mencoba langsung dengan #obatherbal(5)
parutan temulawak ditambah kunir
(kunyit,red) plus madu. Cara buatnya sama dengan cara membuat
jamu kunir (kunyit,red). Temulawak ini memang dipercaya mempunyai khasiat
menambah nafsu makan. Sedangkan kunyit, untuk ketahanan tubuh dan madu untuk menetralisir
rasa pahit temulawak.
Dari pengalaman itulah aku belajar, Pertama, bahwa
setiap anak itu berbeda beda karakterisitik baik fisik maupun psikologisnya. Mungkin
memang ada anak yang bisa secara gampang minum obat dari dokter. Namun mungkin
bisa juga ada anak yang secara alami tubuhnya menolak untuk itu. . Kedua,
bahagialah jika usahamu untuk menjaga kesehatan keluarga terutama anak-anakmu
secara alami sangat disukai/dibutuhkan itu tandanya dihargai ^_^. Ketiga,
jika kita sudah menjadi seorang ibu ,maka hendaklah berusaha tetap menjaga
stamina tubuh karena keluarga terutama anak-anak kita butuh kekuatan ibu untuk
aktifitasnya. Keempat, Jika ingin
semakin mudah dan tidak ribet mulailah menanam di pot-pot kecil di taman mungil
rumah anda tanaman-tanaman herbal itu agar bisa digunakan seaktu-waktu,
meskipun pada dasarnya sangat mudah didapat di pasar. Dan untuk terakhir kalinya bagi para ibu baru (new moms) tidak
ada hal yang ribet jika kita mau mengerti apa yang baik dan sesuai diinginkan
anak-anak kita. Komunikasi tak cukup 2 arah tapi bisa berbagai arah, tak hanya
komunikasi verbal, tapi juga komunikasi bahasa tubuh anak dan kita, agar ikatan
ibu dan anak semakin erat.
Artikel ini telah diikut sertakan dalam writing blog contest di bisnis.com (bisnis indonesia) :
0 komentar:
Post a Comment